Nama: HANA LUTHFIANA
NIM : 2023116177
Kelas: PGMI D
1) Bagaimana Islam diilustrasikan dan dicita-citakan.
Dalam buku Islamku, Islam Anda, Islam kita. Penulis (Abdurrahman Wahid) mendapati pandangan sendiri tentang Islam, yang tengah mengalami perubahan-perubahan besar. Dengan banyaknya pengalaman-pengalaman yang didapat Abdurrahman Wahid maka menyembulkan dua hal sekaligus: di satu pihak, pengalaman pribadi penulis yang tidak akan pernah dirasakan atau dialami orang lain, dan sekaligus kesamaan pengalaman dengan orang lain yang mengalami pengembaraan mereka sendiri. Pemikiran sendiri tidak dapat dipaksakan kepada orang lain.
Dari kenyataan itulah, penulis menyimpulkan bahwa Islam yang dipikirkan dan dialaminya adalah suatu yang khas, yang disebut “Islamku” karena pengalaman pribadi yang patut di ketahui orang lain tanpa memaksa, kalau dipaksakan akan terjadi dislokasi pada diri orang lain, yang justru akan membunuh keindahan semua dari pandangan sendiri, dalam pandangan berbeda, kadang orang pun ingin memaksakan pemikirannya. Meskipun rasional akan tetapi caranya tidak rasional. Justru pandangan spiritual yang irasional dapat di tawarkan kepada orang lain tanpa paksaan. Agama, pada umumnya mengambil pola ini. Sebagai contoh peringatan kematian sunan bonang di Tuban dalam setiap tahun tanpa di umumkan orang berduyun-duyun ke alun-alun untuk sekedar mendengarkan uraian penceramah tantang diri beliau. Tidak penting benar adakah sunan bonang pernah hidup? Dalam pemikiran pengunjung memang demikian itu adalah kenyataan yang dalam pandangannya mereka tidak terbantahkan kebenaran inilah suatu yang didasarkan pada keyakinan bukan pengalaman. Hal ini yang kemudian di sebut Islam Anda oleh penulis.
Kemudian “Islam kita”, yang mencangkup antara “Islamku” dan “Islam Anda”. Banyak yang memaksakan “Islam kita “ dalam negara ini. Jelas pemaksaan tersebut sangat bertentangan dengan demokrasi karenanya, kalau kita ingin melestarikan “Islamku” maupun “Islam Anda” yang harus dikerjakan adalah menolak Islam yang dijadikan ideologi negara melalui piagam Jakarta dan sejenisnya, sehingga “Islam kita” yang dicita-citakan terwujud.
2) Bagaimana dinamika yang terjadi dalam Islam? .
Dinamika yang terjadi dalam Islam sebagaimana di ilustrasikan dalam buku Islamku, Islam Anda, Islam kita, menggambarkan perkembangan Islam yang sangat besar. Banyaknya perubahan-perubahan yang dialami dari dulu sampai sekarang merupakan pengaruh dari pemikiran-pemikiran beberapa tokoh atau kelompok. Perubahan yang sangat terlihat adalah dari segi politiknya. Dulu, Indonesia adalah negara yang ingin menjadikan Islam sebagai ideologinya melalui piagam Jakarta. Akan tetapi karena Indonesia adalah negara yang tidak hanya terdiri dari satu agama, sehingga bunyi piagam Jakarta yang pertama di hapuskan kembali sehingga menjadi Pancasila.
Pasca kemerdekaan sampai akhir orde lama dinamika Islam yang menitik beratkan pada gerakan-gerakan yang pada masa tersebut seperti DI TII dan Semesta Pertarungan pemikiran Islam, nasionalisme, dan komunisme. Dekrit presiden 1959 dan gerakan G. 30 S PKI dan sangat berdampak bagi peradaban dan kebudayaan Indonesia.
Pasca kemerdekaan pula banyak kaum muslimin yang terjun di politik, dengan bukti banyaknya bermunculan partai politik yang berlandasan Islam, dan mungkin saja memang ada maksud tertentu bagi orang-orang ekstrim yaitu mengislamisasikan negeri ini.
Sedangkan dalam hal ini Gus dur menyatakan penolakannya terhadap formal isasi, ideologi sasi, dan syari’atisasi Islam. Sebaliknya, Gus Dur melihat bahwa kejayaan Islam justru terletak pada kemampuan agama ini untuk berkembang secara kultural. Dengan kata lain, Gus Dur lebih memberikan apresiasi kepada upaya kulturisasi (culturalization).
Akan tetapi sampai saat ini pun masih banyak sekelompok aliran Islam yang ingin menjadikan Islam sebagai ideologi bangsa ini kembali, sehingga dengan pemikiran Islamku yang dialami orang-orang itu menjadikan mereka ekstrim dalam pemikirannya dan munculnya terorisme dan semacamnya seperti yang terjadi di negara-negara timur.
Karena sebenarnya dinamika dalam Islam yang terjadi di Indonesia juga tidak bisa lepas dari pengaruh Islam dari negara luar.
3) Bagaimana posisi oksidentalis dan orientalis dalam memahami Islam?
Oksidentalis dan orientalis sangat berpengaruh terhadap Islam. Bagaimana tidak? Gus Dur sendiri, ia sebelumnya mengikuti Islam ekstrim yaitu mendukung gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir, Kemudian arab isasi. Karena sudah di sebutkan pada jawaban nomor 2 dinamika tidak akan terjadi tanpa pengaruh dari oksidentalis dan orientalis. Orientalis dalam memahami Islam lebih dinamis maksudnya pemikirannya tidak ekstrim, seperti contoh Marshall Mcluhan yang mengamati tentang happening.
Happening itu terdapat di seluruh dunia dalam bentuk dan ragam yang beraneka warna. Apakah implikasi dari hal tersebut? Mudah saja pertanyaan itu untuk dapat dijawab: selama hal-hal itu dianggap membawa berkah Tuhan dan terbuktikah, maka selama itu pula kesukarelaan akan menjadi pendorongnya. Ini terjadi, dalam banyak bidang kehidupan yang memperagakan kekayaan kultural suatu kelompok, tanpa ada
yang dapat melarangnya. Dengan kata lain, kesukarelaan atas dasar keagamaan itu,
adalah sesuatu yang menghidupi masyarakat kita. Apa yang tidak diuraikan penulis dalam acara peringatan maulid Nabi Saw. itu, karena keterbatasan waktu, adalah keharusan bagi kita untuk menerapkan secara lebih luas prinsip kesukarelaan di atas.
Terutama dalam kehidupan politik kita, perlu dipikirkan adanya sebuah sistem politik yang sesuai dengan ajaran agama tentang keikhlasan, kejujuran/ketulusan dan keterbukaan. Menjadi nyata bagi kita, bahwa pembentukan sebuah sistem politik yang memiliki kandungan sangat beragam, benar-benar diperlukan saat ini.
Jelaslah bahwa aspek kesukarelaan dan keterbukaan sistem politik itu sangat diperlukan dalam sikap dan landasan kehidupan kita sebagai bangsa. Sementara itu, happening sebagaimana yang diamati McLuhan itu ternyata memiliki arti yang mendalam bagi peneropongan akan fungsi ajaran agama tersebut. Hal ini berlaku pula dalam politik. Pengingkaran terhadap kesukarelaan di bidang politik, hanya akan menghasilkan sistem politik yang memungkinkan seseorang berbohong kepada rakyat.
Kemudian oksidentalis, juga sangat berpengaruh. Dengan orang Islam mengkaji pemikiran barat. Akan menjadi orang tersebut menjadi Islam liberal seperti Gus Dur karena dalam hal ini Gus dur menyatakan penolakannya terhadap formal isasi, ideologi sasi, dan syari’atisasi Islam. Sebaliknya, Gus Dur melihat bahwa kejayaan Islam justru terletak pada kemampuan agama ini untuk berkembang secara kultural. Dengan kata lain, Gus Dur lebih memberikan apresiasi kepada upaya kulturisasi (culturalization).
Tetapi jika tidak, maka yang terjadi adalah seperti saat ini, banyaknya teroris karena mereka yang berambisi mengislamisasikan Indonesia.
Komentar
Posting Komentar